BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Fenomena
perkembangan abad mutakhir menghendaki adanya suatu sistem pengetahuan yang komprehensif dengan demikian
berdampak pada ilmu pengetahuan yang berkembang terus menerus tanpa berhenti
seiring dengan perkembangan pengetahuan manusia. Perkembangan pengetahuan manusia
tentang kehidupan, alam semesta dan hal-hal yang bersifat abstrak merupakan
tantangan dan tujuan dari pencarian kebenaran sejati.
Perkembangan masyarakat dewasa ini menghendaki adanya pembinaan manusia yang
dilaksanakan secara seimbang antara nilai dan sikap, pengatahuan, kecerdasan,
keterampilan, kemampuan komunikasi, dan kesadaran akan ekologi lingkungan dengan tujuan menjadikan manusia
tidak hanya berintelektual tingggi, tetapi juga memilki akhlak mulia.
Hal-hal demikian menjadikan seseorang untuk berfikir secara mendalam,
merenung, menganalisis dan menguji coba, serta merumuskan sesuatu kesimpulan
yang dianggap benar sehingga dengan melakukan kegiatan terebut dengan tidak
sadar sudah melakukan kegiatan berfilsafat, maka dari itu ilmu lahir dari
filsafat atau dapat dikatakan filsafat merupakan induk dari sebuah ilmu, oleh
karena itu filsafat mempunyai kesamaan dan perbedaan dengan ilmu. Adapun
pengertian dari filsafat dapat dilihat dari segi etimologis, terminologis,
filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat sebagai ilmu. Filsafat merupakan
sesuatu yang digunakan untuk mengkaji hal-hal yang ingin dicari kebenaranya
dengan menerapkan metode-metode filsafat.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat disimpulkan rumusan
masalahnya yaitu:
1. Apa pengertian dari filsafat dari segi etimologis, terminologis, filsafat sebagai pandangan
hidup, dan filsafat sebagai ilmu?
2. Apa dasar-dasar filsafat
sebagai ilmu?
C.
TUJUAN
Makalah ini ditulis dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui pengertian dari filsafat dari segi etimologis, terminologis, filsafat sebagai pandangan
hidup, dan filsafat sebagai ilmu.
2. Mengetahui apa dasar-dasar
filsafat sebagai ilmu.
D.
MANFAAT
Manfaat dari makalah ini yakni:
1. Manfaat teoritis
Makalah ini
dapat melengkapi kajian pustaka dari pengertian filsafat
2. Manfaat praktis
Menambah
wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca berkenaan dengan materi pengertian
filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Filsafat
Pengertian filsafat menurut
Rustanto (2005) mengungkapkan bahwa tidak ada gunanya mendefinisikan tentang
filsafat, karena pertanyaan “Apa itu filsafat?” sudah merupakan pertanyaan
filosofis, berkenaan dengan itu daripada mendefinisikan tentang filsafat, maka
lebih produktif menanyakan mengenai apa yang dicari filsafat. Menurut Keraf
(2001:13-14) menunjukan bahwa pertanyaan pertama kali muncul pada saat
seseorang mempelajari filsafat adalah “Apa filsafat?” pengajuan pertanyaan ini
menandakan seseorang sedang berfilsafat.
Filsafat dikembangkan oleh
bangsa Yunani diberbagai kota. Masyarakat Yunani mengembangkan Filsafat dikarenakan
adanya beberapa faktor yakni pertama,
adanya perubahan pada masyarakat Yunani pada abad ke-6 SM yakni dari masyarakat
agraris menjadi masyarakat yang hidup dari sektor perdagangan internasional
yang berdampak muncul puluhan kota yang mandiri contohnya Athena. Kedua, kondisi tersebut mendukung perkembangan
rasionalitas yang baru karena adanya kemakuran sehingga menciptakan iklim yang
kondusif bagi manusia untuk berpikir lebih baik guna mencari jawaban atas
berbagai masalah. Ketiga,
berkembangya bentuk kenegaraan demokratis sehingga orang bisa berpikir lebih
bebas dalam menganalisis dan atau mencari tahu jawaban atas masalah yang dihadapi
maupun yang menarik baginya. Maka dari itu, kata Filsafat berasal dari bahasa
Yunani. Adapun pengertian dari filsafat dapat dilihat dari segi etimologis,
terminologis, filsafat sebagai pandangan hidup, dan filsafat sebagai ilmu.
a. Pengertian
filsafat secara etimologis
Kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang merupakan kata
majemuk Philosophia atau Philosophos. Kata tersebut terdiri
dari dua kata yakni philos (philein)
dan Sophia. Kata Philos berarti cinta (love), sedangkan Sophia atau sophos berarti pengetahuan,
kebenaran, hikmat atau kebijaksanaan (wisdom).
Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta akan pengetahuan, kebenaran
ayau kebijaksanaan. Makna cinta yang seluas-luasnya menganduk arti keinginan
secara mendalam, atau bahkan kehausan luar biasa untuk mendapatkan pengetahuan
atau kebijaksanaan sampai keakar-akarnya atau pada taraf yang radikal. Suhartono (2005:50-51) kata cinta (Philos) dan kebijaksanaan (sophia)
bisa bermakna secara terus-menerus menyatu dengan pengetahuan yang mengandung
nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan guna mewujudkan kebijaksanaan
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Gagasan ini terkait dengan sasaran
orang berfilsafat yakni mencari pengetahuan, aneka gagasan/ide, atau konsep
yang mendasar kesemuanya berfungsi teoritis praktis bagi kehidupan
bermasyarakat dan bernegara(Budianto, 2005).
Kata filsafat
juga terdapat pada bahasa Arab yakni falsafah atau falsafat. Selain itu ada
juga dari negara India yang memakai kata dharsana yang bermakna memandang,
memperhatikan, merenungkan, memahami diteruskan dengan kontemplasi, kemudian
membentuk persepsi untuk memberi kesimpulan, visi dan keyakinan (Pendit,
2005:2). Berfilsafat akan terkait dengan kegiatan merenung atau kontemplatif
guna mendapatkan kesimpulan yang benar, maka secara etimologi kata filsafat
dalam bahasa Yunani, maupun Arab begitu juga dari India (dharsana) pada intinya
memiliki makna yang sama yakni aktifitas berfikir kontemplatif guna mendapatkan
kebenaran yang hakiki dalam konteks menjadikan manusia sebagai makhluk yang
bijaksana.
b. Pengertian
filsafat secara terminologis
Pemahaman pengertian
filsafat secara terminologis sangat beragam tergantung pada sudut pandang orang
ang melihatnya. Contohnya pengertian filsafat secara terminologi dari Poedjawiatna
(1982) yang mngemukakan filsafat adalah ilmu yang mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.
Karakterisik flsafat:
1) Filsafat
adalah bagian dari pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat, prinsip, dan asas
dari seluruh realitas/objek
materi filsafat.
2) Ada
objek materi filsafat, bisa ada skala (nyata), niskala (tidak nyata).
3) Pengetahuan
filsafat didapat dari aktifitas akal budi dengan menggunakan pemikiran
rasional, pemahaman, penafsiran, spekulasi, penilaian kritis, logis,
menyeluruh, dan sistematis.
4) Filsafat
sebagai ilmu bertujuan mencari kebijaksanaan melalui penggalian kebenaran
secara mendalam yang menyangkut sebab-sebab pertama ataupun sebab-sebag
terakhir.
5) Filsafat
merupakan pertanyaan bukan pernyatan yang tak pernah berahir ataupun dapat
dikatakan seni kritik atau ilmu kritis guna membangun suatu gudang teoritis
yang menjadikan manusia insan yang philosopos.
Gabungan
antara akal budi, panca indra, kesangsian (keraguan), keheranan, kesadaran akan
keterbatasan, rasa kagum, ketidak puasan, kemampuan mengambil jarak dengan
objek, dan keingintahuan (hasrat bertanya) yang tiadk pernah pudar
mengakibatkan manusia secara terus-menerus ingin mengetahui, berfikir, belajar
bahkan berfilsafat. Karena itu, tepat gagasan dari aristoteles bahwa
mengetahui, berpikir, berjalan, dan berfilsafat adalah bagian integral dari
kehidupan manusia (Riyanto, 2004:11).
c. Pengertian
filsafat sebagai pandangan hidup
Seseorang yang acap/bijaksana harus
memiliki anutan atas suatu filsafat
(Woodhouse, 2000). Hal ini berarti bahwa dia
memiliki suatu pandangan, seperangkat pedoman hidup atau nilai-nilai yang meresapinya
adalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara guna mewujudkan tujuan hidup yang
diidealkan. Pemaknaan filsafat dapat diterima berkenaan filsafat sebagai hasil
olah pikir yang kritis,
interogatif, dan reflektif, memang berwujud ide, gagasan atau teori dalam
konteks pemaknaan akan apa yang ada di kekinian, dikelampauan, dan sekaligus
juga mimpi-mimpi masa depan.
Gagsan ini
dapat ditunjukan pada Pancasila yang menurut pendapat Ismail (1999) Pancasila
adalah refleksi kritis para pendiri republik terhadap dinamika sejarah dan
kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politis masyarakat Indonesia yang terjajah
yang bercorak multikultural, tanpa mengabaikan gagasan lain yang berkembang
pada lingkungan global, misalnya nasionalisme, kapialisme, sosialisme,
marxisme, Islam, dll.
Contoh lain
dalam filsafat adalah Upanisad dalam agama Hindu yang berartikan pada kajian
reflektif tentang ketuhanan (Brahman) yang transendal dan berimanensi di dalam
makrokosmos dan mikrokosmos (manusia), yakni berwujud roh kehidupan (Atman)
(Tatib, 1994: Zaehner, 2004). Gagasan ini melahirkan filsafat tat twam
asi-persaudaraan universal yang berlanjut pada filsafat ahimsa, yakni tidak
saling menyakiti antara manusia (makhluk hidup) dalam pikiran, perkataan, dan
tindakan sosial. Kemudian ajaran Syeh Siti Jenar tentang Tuhan, jiwa, akal,
jalan kehidupan (Mulkan, 2004, Sobary, 2004). Gagasan Upanisad dan Syeh Siti
Jenar yang terkait dengan filsafat manunggaling kawula dan Gusti sangat kuat
pengaruhnya pada masyarakt Jawa hal ini membentuk filsafat Jawa atau Ilmu
Kejawen.
d. Pengertian
filsafat sebagai ilmu
Filsafat sebagai ilmu
emiliki beberapa persyaratan antaralain dasar ontologis, epistimologis, dan
aksiologis. Menurut Prawironegoro (2010:19) ilmu pengetahuan merupakan kumpulan
pengetahuan yang disusun secara sistematis yang memberikan jawaban atas
pertanyaan: (1) ontologi yakni “Apa”
yang ingin diketahui, (2) epistimologi yakni “Bagaimana” cara memperoleh pengetahuan, dan (3) aksiologis yakni
untuk apa “Kegunaan” dari ilmu pengetahuan
bagi kehidupan umat manusia.
2.
Dasar-Dasar
Filsafat Sebagai Ilmu
a. Dasar
ontologi
1) Objek
materi.
Objek filsafat pertama-tama adalah objek materi. Objek materi
adalah sesuatu yang dijadikan sasaran pemikiran, sesuatu yang diselidiki atau
sesuatu yang dipelajari oleh filsafat,
yang sangat luas yakni mencakup segala realitas, kenyataan atau sesuatu yang
ada atau mungkin ada baik yang nyata (Skala)
maupun yang abstrak (Niskala). Verhak dan Imam (1999) menunjukan bahwa objek
materi filsafat dibagi menjadi tiga (3) yakni manusia, alam dan Tuhan. Ketiganya
dilihat dari hakikat yang
skala (nyata) dan niskala (tidak tampak). Manusia
dan tindakannya beserta hasil tindakannya dan alam merupakan objek filsafat
yang nyata (Skala) sedangkan Tuhan termasuk objek materi filsafat yang niskala.
2) Objek
formal filsafat
Objek formal yakni segi
khusus, aspek, tema, prespektif atau prinsip-prinsip yang digunakan dalam
mengkaji objek materi (Leahy, 1981).
Objek Formal merupakan cara memandang, cara meninjau yang dilakukan oleh
seseorang peneliti terhadap objek materialnya beserta prinsip-prinsip yang
digunakannya (Mudhofir, 2002:22).
Jadi, objek formal filsafat adalaj segi khusus, aspek, tema, persepektif, atau
prinsip-prinsip yang digunakan dalam mengkaji objek materi.
3) Persamaan
dan perbedaan antara Filsafat dengan Ilmu
Berkenaan dengan itu
filsafat dengan ilmu bisa mempunyai obyek material yang sama, namun yang
membedakannya adalah objek formalnya. Contohnya biologi dan filsafat, sama-sama
mempelajari manusia sbagai objek materi, tetapi yang membedakannya adalah objek
formalnya yakni biologi mempelajari manusia dalam konteks fungsi-fungsi organ
tubuh sedangkan filsafat mempertanyakan hal yang lebih mendasar contohnya apa
hakikat manusia. Berkenaan
hal itu tidak semua masalah dapat dikaji secara filsafat, melainkan memerlukan
suatu persyaratan yakni: (1) besifat umum, (2) tidak menyangkut fakta, (3) bersangkutan
dengan nilai, (4) bersifat kritis, (5) bersifat sinoptis, (6) bersifat
implikatif.
Pada dasarnya
permasalahan dalam filsafat dapat dijawab dengan menggunakan pemikiran rasional
adapun tujuan dari berpikir rasional yakni mendapatkan kebenaran atas suatu
realitas. Berfikir filsafat harus memenuhi sejumlah persyaratan yaitu: (1)
bersifat rasional radikal, mencari kejelasan atau kebenaran yang bersifat
esensial (the first causes dan teh last
causes) dan non-fragmentaris atau bercorak holistika, dan menyangkut suatu
realitas atau hal-hal yang mengacu pada ide-ide dasar.
b. Dasar
epistimologi
Dasar epistimlogi yang
dimiliki filsafat mencakup antara metode yang digunakan untuk pedoman mengkaji
ilmu. Tujuan berfilsafat adalah mencari the
first causes dan the last causes, maka
dari itu filsafat mengenal berbagai metode filsafat yakni:
1) Metode
kritis reflektif
Metode kritis reflektif
yakni cara memahami suatu objek filsafat secara mendalam dan mendasar. Kegiatan
ini dilakukan secara berulang-ulang sehingga memerlukan proses pemikiran secara
terus-menerus sampai menemui kebenaran/telah puas atas jawaban masalah yang
dikajinya.
2) Metode
dialektika-dialog/dialektika-kritis.
Proses dialektik
mengandung arti dialog antara dua pendirian yang bertentangan pemikiran dengan
memakai pertemuan antara ide, sedang kan kritis meupakan sikap yang tidak mau
menerima sebelum dilakukan pengujian. Dengan
demikian dapat disimpulkan metode dialektika-dialog merupakan metode yang menekankan
pada dialog kritis untuk membedah masalah guna melahirkan pengetahuan yang
benar berlandaskan pada argumentasi/alasan yang kuat.
3) Metode
dialeka hegel
Metode ini berintikan
pada pemecahan masalah dengan mengikuti tiga langkah yakni tesa, antitesa, dan
sintesa. Menurut (Budianto, 2005:16-17;
Supono, 2007; Russel, 2007) mengemukakan bahwa prinsip dasar metode dialektika
ala Hegel adalah mengembangkan suatu proses berpikir yang dinamis dalam
memecahkan suatu masalah, lewat argumen yang kontradiktif atau berhadapan guna
mewujudkan suatu kesepakatan yang rasional atau logis.
4) Metode
intuitif
Intuisi adalah
apa yang oleh sebagian orang disebut perasaan hati, hati nurani, firasat, supra
kesadaran, dorongan yang mengatakan kepada Anda untuk menempuh suatu arah atau
arah lain, dan yang bila digabung dengan latihan akan memberi anda alat dalam
membuat keputusan yang mantap.
5) Metode
skeptis
Metode ini
berintikan pada gagasan bahwa, untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, maka
seseorang harus meragu-ragukan segalanya. Dalam rangka mencapai kebenaran yang
pasti, rasio harus berperan semaksimal mungkin. Descrates memberikan pedoman
dalam rangka mendapatkan pengetahuan yang benar yaitu Pertama, metode keragu-raguan harus digunakan sebagai strategi
dalam melihat sesuatu, segala sesuatu harus dilihat sebagai tipuan, dan jangan
tergesa-gesa menerimanya sebagai sesuatu yang benar, jika tidak diketahui bahwa
hal itu benar. Kedua, pemecahan
masalah yang kompleks, harus dipilah ke dalam bagian-bagian yang lebih
sederhana agar mudah memahaminya, Ketiga,
pikiran harus diatur sedemikian rupa, dengan bertitik tolak dari objek dan pengertian
yang sederhana dan mutlak, sampai pada objek dan pengertian yang kompleks dan
nisbi. Keempat, setiap masalah
ditinjau secara menyeluruh, sehingga tidak ada yang ketinggalan.
6) Metode
fenomenologi
Metode ini
berarti ilmu tentang fenomena yang pada dasarnya adalah hakikat atau edios
tentang suatu penampakan diri atau tampil sebagaimana adanya dalam kesadaran
manusia.
7) Metode
eksistensialisme
Filsafat ini
memandang gejala berpangkal pada eksistensi atau cara manusia berada didunia.
Prinsip dasar adalah lebih menghargai subjektifitas daripada objektifitas,
dalam prinsip ini nilai lebih diposisikan lebih penting dari pada fakta.
8) Metode
analitik
Filsafat ini
adalah suatu metode yang khas dalam filsafat untuk menjelaskan, menguraikan,
dan mengji kebenaran-kebenaran ungkapan dari filosofis.
c. Dasar
aksiologis
Dasar
aksiologis mengukap tentang apakah kegunaan dari ilmu bagi kita? Adapun
dasar-dasar pemikiran filsafat antaralain:
1)
Makna kata filsafat,
yang menyiratkan bahwa berfilsafat memberikan peluang untuk menjadi lebih
bijaksana dan lebih berwawasan luas dalam melihat dan memecahkan permasalahan.
2)
Memunculkan ide
yang toleran terhadap sudut pandang dan semakin membebsakan diri dari
dogmatisme.
3)
Pengkajian membawa
perubahan pada keyakinan nilai-nilai dasar seseorang yang pada gilirannya dapat
mempengaruhi arah kehidupan pribadi maupun profesinya
4)
Tidak sebatas
tambahan kognisi tetapi mengembangkan pemikiran kritis, luas, dan holistika.
5)
Posisi kepemimpinan
yang memikul tanggungjawab dalam berbagai profesi, dan permasalahan makna hidup.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Filsafat berasal dari bahasa Yunani. Philosophia
atau Philosophos.
Kata tersebut terdiri dari dua kata yakni philos (philein) dan Sophia.
Kata Philos
berarti cinta (love), sedangkan Sophia atau sophos berarti
pengetahuan, kebenaran, hikmat atau kebijaksanaan (wisdom). Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta akan. Adapun pengertian dari
filsafat dapat dilihat dari segi etimologis, terminologis, filsafat sebagai
pandangan hidup, dan filsafat sebagai ilmu.
Dasar
ontologi filsafat meliputi objek
materi yakni sesuatu yang dijadikan
sasaran pemikiran, sesuatu yang dipelajari oleh filsafat yang sangat luas yakni
mencakup segala realitas, kenyataan atau sesuatu yang ada atau mungkin ada baik
yang nyata (Skala) maupun
yang abstrak (Niskala). Berfikir filsafat
harus memenuhi sejumlah persyaratan yaitu: (1) bersifat rasional radikal,
mencari kejelasan atau kebenaran yang bersifat esensial (the first causes dan teh last causes) dan non-fragmentari, dan
menyangkut suatu realitas atau hal-hal yang mengacu pada ide-ide dasar.
Dasar
epistimlogi yang dimiliki filsafat mencakup antara metode yang digunakan untuk
pedoman mengkaji ilmu dengan menggunakan
metode filsafat,
yakni metode kritis reflektif, metode dialektika-dialog/dialektika-kritis, metode dialeka hegel, metode intuitif, metode skeptis, metode fenomenologi, metode eksistensialisme, dan metode analitik. Filsafat mempunyai dasar aksiologis yang mengukap
tentang apakah kegunaan dari ilmu.
B. Saran
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang diharapkan dapat menjadikan
pedoman bagi manusia untuk mencari sebuah kebenaran yang hakiki, dengan demikian
diharapkan manusia dapat lebih bisa berpikir kritis yang positif serta dapat
menjadi manusia yang bijaksana dalam menghadapi segala permasalahan kehidupan.
Penulis : Hermawan Wahyu Setiadi, S.Pd.
Terima Kasih atas Posting nya ...
BalasHapus